Latest Article

Penyebab Ikhtilaf #4

Seorang mujtahid sudah mendapati suatu hadits dan yakin akan keshahihan jalur sanadnya, akan tetapi ia memahaminya dengan tidak tepat. Akibatnya, ia pun keliru dalam berijtihad dan timbullah ikhtilaf.


Kasus perbedaan tafsir kalimat }  أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء { (menyentuh perempuan) dalam QS An Nisaa’ ayat 43 menjadi salah satu contoh yang akan dipaparkan di sini. Dalam ayat tersebut, Allah ‘azza wa jalla berfirman:

وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مِّنكُم مِّن الْغَآئِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ

“…Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). Sapulah mukamu dan tanganmu….”

Para ‘ulama rahimahumullaah berikhtilaf dalam memahami makna kalimat tersebut. Setidaknya ada 3 pendapat dalam masalah ini:
1. Sekedar sentuhan sudah menjadi batal, baik sengaja ataupun tidak, baik dengan istri ataupun selainnya.
2. Batal bila menyentuh dengan syahwat.
3. Berjima’ (berhubungan badan) dengan istri. Pendapat ini diambil oleh Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma.

Jadi, mana pendapat yang benar ?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullaah mengomentari hal ini bahwa jika kita perhatikan dari segala sisi serta diperkuat oleh ayat dan hadits lain tentang masalah ini, maka pendapat yang benar adalah pendapat ketiga: berjima’. Sebab, Allah menerangkan 2 jenis thaharah (bersuci) menggunakan air: thaharah dari hadats kecil & dari hadats besar.

Mengenai hadats kecil, Dia berfirman:

فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

“…maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (QS Al Maa’idah [5]: 6)

Sedangkan untuk hadats besar, Dia berfirman } وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ { “..dan jika kamu junub maka mandilah…”  (QS Al Maa’idah [5]: 6)

Al Qur’an memiliki balaghah yang tinggi dan hal itu dapat ditemukan pada ayat-ayat dalam masalah ini. Ketinggian balaghah ayat 6 Surah Al Maa’idah ini juga menyebutkan alasan/sebab 2 thaharah (kecil dan besar) dimasukkan ke dalam tayammum.

Ayat } أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ } “…atau kembali dari tempat buang air (kakus)..” mengisyaratkan sebab thaharah dari hadats kecil. Sedangkan ayat أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء} { “…atau menyentuh perempuan…” mengisyaratkan sebab thaharah dari hadats besar.

Andai kita artikan “menyentuh” dalam ayat tadi sebagai sentuhan biasa, maka penyebutan semua sebab-sebab pada ayat ini dipastikan termasuk dalam penyebab thaharah dari hadats kecil dan tidak ada keterangan sebab untuk thaharah dari hadats besar. Sehingga hal ini bertentangan dengan ketinggian balaghah yang seharusnya dimiliki oleh ayat-ayat Al Qur’an.

Kasus kedua berkaitan dengan perbedaan ijtihad akibat salah dalam memahami dalil ialah kisah pelaksanaan shalat Ashar dalam perjalanan menuju wilayah bani Quraizhah yang sudah masyhur bagi kita (silahkan merujuk ke Shahih Bukhari no. 894, 3810, dll). Suatu saat Nabi shallallaahu ‘alahi wasallam mengutus rombongan shahabat ke perkampungan Yahudi bani Quraizhah. Sebelum pemberangkatan, beliau berpesan:

لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ

“Jangan kalian shalat Ashar hingga tiba di perkampungan bani Quraizhah.”

Di tengah perjalanan, waktu shalat Ashar telah datang. Para shahabat pun berikhtilaf dan mereka terbagi ke dalam 2 pendapat:
1. Harus melaksanakan shalat Ashar di tengah perjalanan meski belum tiba ke tujuan. Sebab, shalat Ashar harus dilaksanakan di awal waktu dan tidak boleh diakhirkan. Pendapat ini menafsirkan pesan Nabi shallallaahu ‘alahi wasallam tadi sebagai sebuah keharusan untuk tiba di bani Quraizhah pada saat waktu Ashar. Akan tetapi karena adanya rintangan saat perjalanan, rombongan ini pun belum tiba.
2. Tidak melaksanakan shalat Ashar hingga tiba di perkampungan tersebut walau sudah memasuki waktu malam.

Mana yang benar ?

Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin rahimahullaah mengomentari bahwa pendapat yang benar adalah shalat di awal waktu karena nash-nash ayat dan hadits yang mewajibkan shalat di awal waktu termasuk nash yang muhkamat dan sharih (jelas). Adapun pesan Nabi shallallaahu ‘alahi wasallam tersebut masih musytabah (samar), sehingga nash yang muhkam harus didahulukan daripada nash yang musytabah. Dengan demikian ucapan beliau tadi mengandung maksud bahwa rombongan harus segera tiba di perkampungan bani Quraizhah dan jangan sampai terlambat.

Sedangkan dalam Fathul-Baari’, Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullaah mengatakan:

“Kesimpulan dari kisah ini ialah bahwa para shahabat ada yang memahami larangan ini berdasarkan hakikatnya. Mereka tidak memperdulikan habisnya waktu sebagai penguat larangan yang kedua terhadap larangan pertama yaitu menunda shalat sampai akhir waktunya. Mereka menjadikan hadits ini sebagai dalil bolehnya menunda waktu shalat karena disibukkan oleh peperangan, sama halnya dengan kejadian pada masa itu, dalam peristiwa Khandaq. Juga telah disebutkan dalam hadits Jabir bahwa mereka shalat ‘Ashar setelah matahari terbenam karena sibuk berperang…Yang lain memahaminya sebagai kiasan untuk mendorong mereka agar bersegera menuju Bani Quraizhah.
Dari hadits ini, jumhur (mayoritas ‘ulama) mengambil kesimpulan tidak ada dosa atas mereka yang sudah berijtihad (meski keliru, red) karena Rasulullah  shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mencela salah satu dari dua kelompok sahabat tersebut.”

Dari kedua contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu sebab ikhtilaf (perselisihan/perbedaan) pendapat di kalangan ‘ulama ialah kekeliruan dalam memahami dalil meskipun dalil itu sudah ia peroleh dan ia mempercayai keshahihan jalur periwayatannya.

wallaahu a’lam.


Diringkas dari kajian Al Khilaaf baina Al ‘Ulamaa’ wa Asbaabuhu wa Mauqifunaa minhu, Kitaabul ‘Ilmi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullaah dengan disertai kutipan tambahan.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. The Last Smile - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger