Ibnu Mandhur berkata,
”Salaf
merupakan jama’/plural dari kata salif seperti wazan (rumus kata dalam bahasa Arab)
haris yang jama’nya haras dan khadim yang jama’nya khadam. Salif artinya orang
yang terdahulu sesuai urutan waktu (pendahulu, nenek moyang). Salaf artinya
jama’ah (kelompok) pendahulu….Salaf juga bermakna para pendahulumu dari
bapak-bapakmu dan kerabatmu yang secara umur dan kemuliaan lebih tinggi
darimu.” [IX/158-159]
Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayisi Lughah
menyatakan,
”Sin,
laam dan faa’ merupakan asal kata yang shahih menunjukkan makna terdahulu dan
awal-awal. Di antaranya adalah kata salaf yang bemakna orang-orang yang telah
lewat. Dikatakan al Qaum as Salaf (kaum salaf) maknanya adalah terdahulu.”
[Al
Mahmud I/21]
B.
Makna
Syar’iy (Syari’at)
Secara syar’i, pendapat para ulama menyatakan makna salaf tidak
jauh dari makna shahabat, atau shahabat dan tabi’in, atau shahabat dan tabi’in
dan tabi’it tabi’in dari kalangan para ulama dan imam terpercaya yang telah
diakui keilmuan dan ittiba’nya dengan Al Qur’an dan As Sunnah, yaitu para ulama
yang tidak terkena tuduhan bid’ah baik bid’ah mufasiqah (membuat
fasik) ataupun mukafirah (membuat kafir). [Buraikan: 14, Al
Mishri: 56-57, Hasan: 34-35]
Mereka inilah yang dimaksud dengan ayat-ayat yang menerangkan
golongan yang diridhoi Allah dan Allah meridhoi mereka (seperti QS Al Fath:
29; QS Al Hasyr: 8-9; QS Al Anfal: 74; QS Al Fath: 14;
QS At Taubah: 118, 100; QS An Nisa’: 143) juga hadits-hadits
seperti, ”Sebaik-baik manusia adalah generasiku (shahabat) lalu generasi
setelah mereka (tabi’in) lalu generasi setelah mereka (tabi’it tabi’in)…”.
Dan hadits ”Sebaik-baik umatku adalah generasiku, lalu generasi sesudah
mereka (tabi’in) lalu generasi sesudah mereka (tabi’it tabi’in)…” [Basyir
Badi, Al Mahmud I/28, Buraikan: 14, Al Mishri: 57]
Namun timbul pertanyaan, bukankah pada masa shahabat dan tabi’in
misalnya timbul kelompok sesat seperti Khawarij, Rafidzah, Qadariyah,
Mu’tazilah, dst? Persoalan ini bisa dijawab bahwa pada dasarnya, kata Salaf ini
[Buraikan: 14, Al Mahmud I/40-41, Majalatul Buhuts XV/178, Hasan I/34-35]
mempunyai dua pengertian:
1. Sisi Qudwah (keteladanan)
Artinya,
yang dimaksud salaf adalah tiga generasi pertama Islam yang disebut sebagai Al
Qurun Al Mufadhalah (tiga generasi mulia) yaitu shahabat, tabi’in dan
tabi’in.
2. Sisi Manhaj (metode)
Artinya
salaf tidak terbatas pada tiga generasi utama saja, namun juga setiap Muslim
yang mengikuti manhaj mereka sampai Hari Akhir nanti. Siapa mengikuti tiga
generasi utama dalam maslaah pemahaman aqidah, pemikiran, ilmu dan iman maka ia
bisa disebut sebagai salaf atau pengikut salaf.
Al Mishri [hlm.57] berkata,
”Salaf
berarti istilah yang dipakai untuk para imam terdahulu dari tiga generasi
pertama yang diberkahi dari kalangan shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in yang
disebutkan dalam hadits Rasulullah, ”Sebaik-baik generasi adalah…” Setiap orang
yang beriltizam dengan aqidah, fiqih dan ushul (pokok-pokok pegangan) para
ulama tadi maka ia dinisbahkan kepada salaf juga, sekalipun antara ia dengan
mereka ada perbedaan ruang dan waktu. Sebaliknya, setiap yang menyelisihi
mereka tidak disebut sebagai salaf sekalipun ia hidup di antara mereka dan
dikumpulkan oleh ruang dan waktu yang sama.”
Dr. Abu Yazid al ‘Ajami
menyatakan,
”Dengan
demikian, lafal salaf ketika disebutkan harusnya tidak dimaknai untuk periode
masa tertentu saja (tiga generas utama) namun juga untuk para shahabat
Rasulullah dan tabi’ihim (pengikut mereka) sesudah mereka dengan syarat iltizam
dengan manhaj mereka.” [Majalatu al Buhuts XV/178].
Syaikh Mahmud Khafaji dalam Al
Aqidah al Islamiyah Baina as Salafiyah wa al Mu’tazilah halaman 21
menyebutkan,
”Pembatasan
waktu ini tidak cukup untuk menentukan makna salaf, namun juga harus diikutkan
di dalam kepeloporan dalam waktu ini, kesesuaian pendapat (aqidah dll, pent)
nya dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan kandungan keduanya. Siapa menyelisihi Al
Qur’an dan As Sunnah maka ia tidak termasuk salaf sekalipun hidup di antara
para shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in.” [Al Mishri: 57]
Karena itu setelah timbulnya sekte-sekte sesat ini, para ulama
sepakat menyatakan makna Salaf untuk setiap orang yang menjaga kemurniaan
Aqidah Islam dan Manhaj Islam sesuai dengan manhaj dan pemahaman tiga genmerasi
pertama Islam. [Al Mahmud I/28, hal senada disebutkan juga oleh DR. Musthofa
Hilmi dalam buku beliau Qawa’idu Al Manhaj As Salafy: 23].
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah apa yang dikatakan Dr.
Buraikan,
”Dengan
ini diketahui bahwa pensifatan dengan salaf itu pujian atas setiap orang yang
menjadikannya sebagai Qudwah dan Manhaj. Adapun mensifati diri dengan salaf
tanpa merealisasikan kandungan lafal ini maka tak ada pujian baginya,
karena hukum diambil dari kandungan maknanya bukan dengan lafal-lafal bahasa.” [hlm.14].
Nampaknya yang beliau maksudkan adalah banyaknya kelompok saat ini
yang menyatakan dirinya “salafy” (pengikut manhaj salaf) namun
aqidah, akhlak, metode berfikir, pemahaman dan sikap hidupnya tidak sesuai
dengan Manhaj dan Qudwah tiga generasi awal Islam. Kalau kita lihat di
Indonesia misalnya, masyarakat mengenal “salafy” (pengikut salaf)
yang sebenarnya (notabene) nama lain Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sebagai: (1) kelompok yang sering melabeli umat Islam lain dengan kartu
Ahli Bid’ah, Ahlil Ahwa’, Khawarij, Mu’tazilah, dll atau (2) kelompok
yang hampir seluruh ibadahnya tak lepas dari kebid’ahan, aqidahnya banyak
bercampur dengan kesyirikan seperti tawasul bid’ah, dll. Sampai-sampai karena
tidak paham makna salaf, di salah satu kota di Jawa Timur (maaf tidak
disebutkan nama kotanya, red) ada sebuah pondok pesantren bernama Salafiyah
Syafi’iyah Asy’ariyah. Begitulah, tidak setiap orang yang mengaku salaf,
betul-betul mengikuti metode salaf. Namun juga merupakan kesalahan besar
jika menolak kembali ke Salafush Shalih atau menolak memahami Al
Qur’an dan As Sunnah ‘ala fahmi salaf hanya karena alasan adanya
kelompok yang menamakan dirinya salaf namun isinya tidak sesuai dengan salaf. Kita
sadari masih banyak umat Islam yang menyatakan yang penting kembali kepada Al
Qur’an dan As Sunnah, tak perlu pakai embel-embel salaf segala. Pemikiran
ini jelas salah kaprah dan sangat berbahaya, karena memungkinkan dirinya
teracuni banyak pikiran sesat seperti Mu’tazilah, Khawarij, Qadariyah, dst.
Semua kelompok sesat mengaku dirinya kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah,
namun memahaminya sesuai dengan kemauan mereka sendiri, kemauan tokohnya, dst. Inilah
letak kesesatannya. Manhaj salaf jelas telah mendapat rekomendasi Allah
Ta’ala dan Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam sebagai manhaj yang
benar, karena diajarkan Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam berdasar
wahyu kepada para shahabat.
(bersambung)
untuk lebih memahami tentang Salaf (Salafush Shalih), silahkan membaca artikel Serial Kajian tentang Salafush Shalih di http://akudanperjalananku17.blogspot.com/p/manhaj.html
0 comments :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.