Home » , » Pengantar tentang Ikhtilaf

Pengantar tentang Ikhtilaf



Mengapa masalah ini perlu dibahas ? Jawaban sederhana ialah karena Allah menciptakan manusia untuk ikhtilaf (berselisih) sehingga perselisihan tersebut pasti terjadi. Allah ta’ala telah berfirman:

وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ۝
إِلاَّ مَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ۝

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.
Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan. Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.
(QS Huud [11]: 118 – 119)

Imam Asy Syatibi rahimahullah dalam Al I’tisham menjelaskan tafsir وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ (Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka):

“Sebagian kelompok ‘ulama Ahli Tafsir  berkata (menafsirkan ayat ini):
‘Untuk ikhtilaf itulah Allah menciptakan mereka’ .”

Di sisi lain, ayat ini tidaklah bertentangan dengan QS Adz Dzariyat ayat 56 yang menerangkan:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ۝

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.

Sebab, iradah (kehendak) Allah bisa berupa 2 hal:

1.    Iradah syar’iyyah (berupa syari’at, tuntunan beribadah) sebagaimana QS Adz Dzariyat ayat 56. Namun iradah ini belum pasti terjadi karena tidak seluruh jin dan manusia (mau) beribadah kepada Pencipta mereka yakni Allah ‘azza wa jalla.

2.     Iradah kauniyyah (berupa takdir) sebagaimana QS Huud ayat 118 – 119. Sehingga iradah ini merupakan ketetapan yang pasti terjadi.

Ikhtilaf sudah terjadi saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup. Namun para shahabat yang berikhtilaf selalu merujuk kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam untuk meminta jawaban. Ada yang langsung dijawab oleh beliau dan ada pula yang sampai menunggu turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam sehingga kemudian beliau bisa menjawab. Akan tetapi setelah Nabi shallallahu ‘alahi wasallam wafat, para shahabat tidak lagi mempunyai tempat bertanya yang bisa dipercaya oleh pihak-pihak yang sedang berselisih. Maka sejak saat itu hingga saat ini, ikhtilaf yang terjadi di kalangan ‘ulama salaf hingga khalaf memiliki beberapa poin penting untuk disikapi sehingga ikhtilaf tersebut tidak berakhir pada perpecahan ummat Islam.

Hal penting yang perlu dicatat ialah ikhtilaf di kalangan ‘ulama tidak terjadi pada perkara-perkara Diin yang bersifat ushul (pokok), seperti jumlah waktu shalat fardhu, dsb. Namun perbedaan/perselisihan baru ditemukan pada masalah-masalah furu’ (cabang). Bila ada sebagian orang yang dianggap ‘ulama oleh suatu kelompok malah menyelisihi kesepakan seluruh ‘ulama dalam perkara ushul, maka hal itu sudah tidak bisa disebut sebagai ikhtilaf melainkan disebut inhiraf (penyelewengan, penyimpangan). Selain itu, saat salah seorang ‘ulama berpendapat (berijtihad), maka ia meyakini bahwa pendapatnya itulah yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya, bukan yang dikehendaki oleh hawa nafsu. Akan tetapi, sehebat apapun kapasitas keilmuan seorang ‘ulama, mereka pasti akan terjerumus ke dalam kesalahan (bukan kesalahan pada perkara ushul) sebab tak ada manusia yang ma’shum selain para Nabi dan Rasul.

wallaahu a'lam

In syaa'Allaah bersambung

0 comments :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. The Last Smile - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger