Home » , » Penyebab Ikhtilaf #3

Penyebab Ikhtilaf #3

Kita tidak bisa memungkiri bahwa salah satu fitrah manusia adalah sifat lupa. Bahkan Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam pun pernah mengalaminya. Suatu ketika, beliau shalat bersama para shahabat. Di tengah-tengah bacaan suatu ayat, beliau tiba-tiba lupa. Tidak ada shahabat yang mengingatkan beliau. Usai shalat, beliau bertanya kepada Ubay bin Ka’ab radliyallaahu ‘anhu (yang juga ikut shalat):

فَمَا مَنَعَكَ
Apa yang menghalangi kamu (untuk memberitahu aku tentang ayat itu) ?"

[HR. Abu Dawud no. 773]

Allah ta’aala telah berfirman

سَنُقْرِؤُكَ فَلَا تَنسَى۝ إِلَّا مَا شَاء اللَّهُ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى۝

Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali jika Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
(QS Al A’laa [87]: 6 – 7)


Oleh sebab itu, sifat lupa juga menjadi salah satu penyebab seorang ‘ulama (mujtahid) salah berijtihad sehingga menyebabkan perbedaan pendapat dengan ‘ulama lain. Penyebab ini juga sudah terjadi di kalangan para shahabat radliyallaahu ‘anhum.

Suatu saat, ‘Umar bin Khaththab dan ‘Ammar bin Yasir radliyallaahu ‘anhuma diutus dalam sebuah sariyah (ekspedisi/peperangan). Di tengah jalan, mendadak keduanya bersamaan junub. ‘Ammar berijtihad bahwa jika tidak ada air, maka bersucinya dengan tanah. Sehingga dengan pendapat tersebut, beliau berguling – guling di tanah, kemudian shalat.  Sementara ‘Umar tidak berwudhu (tidak ada air), tidak juga bertayammum (belum ada syari’at tayammum untuk junub), juga tidak berguling – guling sebagaimana ‘Ammar sehingga beliau belum melaksanakan shalat.

Setelah sampai di Madinah, keduanya bertemu Nabi shallallaahu ‘alahi wasallam dan menanyakan hal ini. Maka beliau mengajari cara yang benar (bertayammum):

إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَضْرِبَ بِيَدَيْكَ الْأَرْضَ ثُمَّ تَنْفُخَ ثُمَّ تَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَكَ وَكَفَّيْكَ

“Cukup bagimu untuk memukulkan kedua tanganmu ke  tanah, kemudian meniupnya, kemudian mengusap wajah dan kedua tanganmu dengan keduanya."

Saat menjadi khalifah, ‘Umar mendengar ‘Ammar meriwayatkan hadits ini. Beliau lantas bertanya,

“Hadits apa yang engkau riwayatkan ini ?”

‘Ammar menjawab,

“Tidak ingatkah engkau ketika kita diutus Nabi shallallahu ‘alahi wasallam untuk suatu hal? Kemudian kita junub dan kita tidak menemukan air. Engkau tidak mengerjakan shalat sedangkan aku bergulingan di atas tanah lalu shalat. Kemudian aku sampaikan masalah itu kepada Nabi shallallahu ‘alahi wasallam lalu beliau bersabda: “Sebenarnya cukup kamu melakukan begini.” (mengajarkan tayammum)

Umar berkata, "Bertakwalah kepada Allah, wahai Ammar !"

‘Ammar merespon,

"Jika engkau mau karena Allah telah mewajibkan aku untuk taat padamu, lalu engkau mau agar aku tidak menyampaikan hadits ini, maka akan aku lakukan (tidak akan menyampaikannya)."

Maka ‘Umar berkata, “Kami mengangkatmu menjadi wali atas sesuatu yang engkau kuasai.

Ungkapan ini berarti persetujuan dari ‘Umar agar hadits tersebut disampaikan kepada ummat.

[Silahkan meruju’ ke Shahih Muslim no. 553, Shahih Bukhari no. 326, Musnad Imam Ahmad no. 18125, dll]

Pendapat ‘Umar didukung oleh Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu sedangkan pendapat ‘Ammar dipegang oleh Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu. Suatu hari, kedua shahabat ini (Ibnu Mas’ud dan Abu Musa) juga pernah terlibat diskusi tentang masalah yang serupa.

Tatkala Abu Musa berhujjah dengan pendapat ‘Ammar, Ibnu Mas’ud merespon,

“Bukankah ‘Umar tidak puas (tidak sepakat) dengan pendapat ‘Ammar ?”

Abu Musa berkata,

“Baik, kita tinggalkan pendapat ‘Ammar !  Lalu bagaimana dengan ayat ini (QS Al Maa’idah ayat 6)?”

وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ

“…Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih). sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu…

Ibnu Mas’ud tidak tahu apa yang harus beliau katakan, hingga pada akhirnya berujar

Andai kami beri keringanan mereka dalam masalah ini, lalu dikhawatirkan mereka merasa kedinginan karena air, maka mereka tidak mau menggunakan air dan akan melakukan tayamum.”

[Lihat Shahih Bukhari no. 333, Shahih Muslim no. 552, Musnad Imam Ahmad no. 17612, dll]

Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullaah mengomentari hal ini

“Akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa kebenaran berada pada kelompok yang berpendapat bahwa apabila mengalami junub (dan tidak didapati air, red) maka hendaknya bertayamum sebagaimana bertayamum saat berhadats kecil. Dengan demikian, jika manusia benar-benar lupa (suatu nash/dalil, red) sehingga suatu hukum syar’i tersembunyi darinya, kemudian ia mengatakan sebuah pendapat, maka ia diudzur. Akan tetapi bila ia mengetahui dalilnya, maka ia tidak diudzur (jika menyelisihi, red).”

wallaahu a’lam


Diringkas dari kajian Al khilaaf baina Al ‘Ulamaa’ wa Asbaabuhu wa Mauqifunaa minhuKitaabul ‘Ilmi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullaah dengan sedikit perubahan.

0 comments :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. The Last Smile - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger