Home » » 'AQIDAH: LANDASAN AD DIIN

'AQIDAH: LANDASAN AD DIIN

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah, kita memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah hamba dan utusanNya.


“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.”
(QS Ali Imraan [3]: 102)

“Wahai manusia bertaqwalah kamu kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
(QS An Nisaa’ [4] : 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.”
(QS Al Ahzab [33]: 70-71)

“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka.”
(HR. Abu Dawud (no. 2118), an-Nasa-i (III/104-105), ad-Darimi (II/142), Ahmad (I/293, 393, 432), Abdurrazzaq (no. 10449), ath-Thayalisi (no. 338), al-Hakim (II/182-183), al-Baihaqi (VII/146) dari Shahabat Abdullah bin Mas’ud)

      Sebagai seorang Muslim, kita harus mengetahui apa dasar Diin kita yakni Islam. Sejauh mana kita mengetahui perkara pokok dan urgent ini, sejauh mana keyakinan kita akan hal ini serta sejauh mana pengamalan akan perkara ini.

     Materi Aqidah layaknya akar sebuah pohon yang bernama Islam. Kuat tidaknya pohon tersebut dalam menghadapi setiap keadaan tergantung dari kekuatan akarnya. Sehingga kekuatan Manhaj Islam yang melingkupi setiap kalbu Muslim juga ditentukan oleh kekuatan Aqidahnya dalam menghadapi setiap terjangan arus Jahiliyyah terutama dalam masa-masa Akhir Zaman ini, ketika badai Fitnah semakin deras menerjang dan menjadikan Ummat Islam yang teguh akan terasa Ghariib (terasing). Untuk itu, marilah kita mulai pembahasan kali ini dengan satu pokok utama, sebuah landasan Ad Diin, sebuah landasan yang melahirkan dan membangun peradaban Islam berabad-abad lamanya.


A.      MAKNA AQIDAH

‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) dalam bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
[Lisaanul ‘Arab (IX/311: عقد) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu’jamul Wasiith (II/614: عقد)]
Sementara menurut istilah (terminologi), ‘aqidah adalah iman yang kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, para RasulNya, dan kepada Hari Akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini juga disebut sebagai rukun Iman.
[Kitab Tauhid I hlm. 3 karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan]


B.      AL-AQIDAH AL-ISLAMIYYAH

‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid [Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat Allah] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
[Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th. 1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.]

Jadi, aqidah Islam yang benar adalah sebagai berikut:

1.       Iman Kepada Allah Ta'ala
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu; Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rezki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya; Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan; serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
[Ar-Raudah An-Naiyah Syarh Al-Aqidah Al-Washithiyah‌, hal. 15; Al-Ajwibah Al-Ushuliyyah‌, hal. 16; dan At-Thahawiyah, hal. 335
Iman kepada Allah Ta'ala meliputi empat perkara : (1). Iman kepada wujud-Nya Yang Maha Suci. (2). Iman kepada Rububiyyah-Nya. (3). Iman kepada Uluhiyyah-Nya.(4). Iman kepada Asma dan sifat-sifat-Nya.]

2.       Iman Kepada Para Malaikat Allah
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Apapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil, (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
[Ar-Raudhah An-Nadiyah‌, hal. 16 dan Al-Aqidah At-Thahawiyyah‌, hal. 350]

3.       Iman Kepada Kitab-kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya; yang benar-benar merupakan Kalam, (firman, ucapan),-Nya. la adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib untuk mengimaninya secara tafshil, yaitu: Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'an saja yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
[Al-Ajwibah Al-Ushuliyah‌, hal. 16 dan 17.]

4.       Iman Kepada Para Rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal (global) sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil (rinci) kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 di antara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad SAW. adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
[Lihat Al-Kawasyif Al-Jaliyah An Ma'ani Al-Wasithiyah‌, hal 66]

5.       Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati (Hari Kiamat)
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian al-ba'ts, (kebangkitan) menurut syar'i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
[Ibid]

6.       Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta'ala.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah Subhanallahu wa ta'ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
[Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah‌, Muhammad Khalil Al-Haras, hal. 19]

        Dalil keenam rukun ini adalah firman Allah ta’ala:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malalikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi…”
(QS.Al-Baqarah [2]: 177)

Dan firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).”
(QS. Al-Qamar [54]: 49)

Adapun dalilnya dari sunnah, ialah hadits Jibril yang masyhur, yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab radhiallahu ’anhu:
“Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan berkata:
”Ya Muhammad, beritahukanlah aku tentang Islam!”.
Maka Nabi menjawab: “Yaitu: bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam (puasa) pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana.”
Lelaki itupun berkata: “Benarlah engkau.”
Kata Umar: “Kami merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan beliau.”
Lalu ia berkata: “Beritahu aku tentang iman!”
Beliau menjawab: “Yaitu: beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk.”
Orang itu pun berkata lagi: “Benarlah engkau.”
Kemudian ia berkata: “Beritahu aku tentang ihsan!”
Beliau mejawab:  “Yaitu: beribadahlah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Ia berkata lagi:  “Beritahulah aku tentang waktu hari kiamat!”
Beliau menjawab: “Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu daripada orang yang menanyakannya.”
Maka orang itupun berkata: “Beritahukanlah aku (sebagian dari) tanda-tanda kiamat itu!”
Beliau menjawab:  “Yaitu: apabila ada budak wanita melahirkan tuan puterinya dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna, melarat lagi penggembala domba, saling bangga-membanggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi.”
Kata Umar: “Lalu pergilah orang laki-laki itu, sementara kami berdiam diri saja dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya: “Hai Umar! Tahukah kamu, siapakah orang yang bertanya itu?”
Saya menjawab: “Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.”
Beliau pun bersabda: “Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian.”
[Hadits riwayat Muslim dalam shahih-nya, kitab al-Iman, bab 1 hadits ke-1. dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam shahihnya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke-1]


C.      AL-AQIDAH ASH-SHAHIHAH (AQIDAH YANG BENAR)

Aqidah yang benar adalah fundamen dari bangunan Islam yang kokoh. Oleh karena itu, aqidah tidak bisa ditetapkan kecuali dari dalil syar’i yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.

“Akidah adalah tauqifiyyah artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah subhanahu wa ta’ala tentang apa-apa yang wajib baginya dan apa yang harus disucikan dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam. Oleh karena itu Manhaj (Jalan, metode, red) As Salaf Ash Shalih (generasi Islam terdahulu yang shalih yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, red) dan para pengikutnya dalam mengambil akidah, terbatas pada Al Qur’an dan As Sunnah.”
[Kitab Tauhid I hlm. 6 karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga telah menjelaskan
“Tidaklah aqidah itu berasal dari diriku dan tidak pula dari mereka yang lebih senior daripadaku, namun
aqidah itu diambil dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Ijma’ (konsensus) Salaf, diambil dari Kitabullah, dari hadits-hadits Bukhari, Muslim dan selainnya dari hadits-hadits yang diketahui, juga dari yang telah tetap dari Salaful Ummah.”
[Majmu` Fatawa III: 203]

Beliau rahimahullah juga menjelaskan
“Aqidahnya asy-Syâfi’î  radhiyallâhu ‘anhu dan aqidah para ulama salaf semisal Mâlik, ats-Tsaurî, al-Auzâ’î, Ibnul Mubârok, Ahmad bin Hanbal dan Ishâq bin Râhawaih, adalah aqidahnya para masyaikh teladan semisal al-Fudhail bin ‘Iyâdh, Abū Sulaimân ad-Dârônî, Sahl bin ‘Abdillâh at-Tusturî dan selain mereka.
Sesungguhnya tidak ada pada para imam dan orang semisal mereka adanya perselisihan di dalam ushūluddîn (pokok agama), demikian pula dengan Abū Hanîfah rahmatullahi ‘alaihi, karena sesungguhnya aqidah yang tsabit (tetap) dari beliau di dalam masalah tauhid, qodar dan semisalnya, adalah selaras dengan aqidah para imam, dan aqidah para imam tersebut adalah sebagaimana aqidahnya para sahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan cara lebih baik, yaitu aqidah yang diucapkan oleh al-Kitâb dan as-Sunnah.”
[Majmu’ Fatâwâ V:25]

     Kesimpulannya, inilah Al-Aqidah Al Islamiyyah yang benar yakni berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Inilah aqidah yang dipegang oleh Salafush Shalih yakni dari para Shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Inilah aqidah Imam 4 Mazhab yakni Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Imam Abu Hanifah.


D.      PENYIMPANGAN AQIDAH DAN PENANGGULANGANNYA

Penyimpangan aqidah Islam yang benar akan melahirkan kehancuran dan kesesatan. Tanpa aqidah yang benar, seseorang menjadi korban dari keragu-raguan yang semakin lama akan menumpuk dan menghalangi diri dari pandangan yang benar mengenai jalan hidup dan kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit. Masyarakat yang tidak dibimbing oleh aqidah yang benar akan menjadi masyarakat hewani, rusak, dan penuh permasalahan meskipun mereka bergelimang materi. Mereka ingin hidup terbebas darinya hingga kemudian mengambil aqidah yang batil dan rusak yang bersumber dari nenek moyang mereka yang tidak mendapatkan petunjuk sama sekali dengan harapan agar terbebas dari berbagai macam problematika kehidupan. Namun, persangkaan mereka salah, bahkan akan semakin menjatuhkannya ke lembah kesengsaraan dan kenistaan.

Di antara penyebab penyimpangan dari akidah ash shahihah yang harus kita ketahui yakni:
1.   Kebodohan terhadap akidah shahihah baik karena enggan mempelajari dan mengajarkannya atau karena kurang perhatian terhadapnya.
2.    Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi bapak atau nenek moyangnya, sekalipun nenek moyang itu tidak mendapat petunjuk dan mewarisi nilai-nilai batil dan mencampakkan apa yang menyalahinya (meskipun yang menyalahi itu benar).
3.      Taklid buta dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengatahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya.
4.   Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka terdapat suatu yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah berupa mendatangkan manfaat dan menolak mudharat serta menjadikannya sebagai perantara antara Allah dan makhluknya setelah mereka meninggal hingga ke tingkat penyembahan kepada mereka.
5.     Lalai terhadap perenungan ayat-ayat Allah baik ayat kauniyyah (ada di alam semesta ini) maupun ayat-ayat Qur’aniyyah (dalam Al Qur’an).
6.   Umumnya rumah tangga sekarang ini kering dari pendidikan Islam dan pengarahan kepada aqidah yang benar.
7.  Enggannya media pendidikan dan informasi dalam menyampaikan pendidikan Islam atau memberikan perhatian yang kurang terhadapnya. Bahkan media-media tersebut malah menjadi alat perusak dan penghancur aqidah Islam dengan memfokuskan atau memperbanyak porsi tentang hal-hal yang bersifat duniawi, materi, dan hiburan.

Sementara penanggulangan yang dapat dilakukan agar mengembalikan aqidah Islam yang benatr di antaranya:
1.       Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassalam untuk mengambil aqidah shahihah.
2.  Harus ditetapkan kitab-kitab ‘ulama Salafush Shalih yang bersih sebagai materi pendidikan dan pembelajaran. Sementara kitab-kitab yang menyeleweng dari aqidah shahihah harus dijauhkan.
3.       Menyebarkan para da’i yang meluruskan aqidah ummat Islam dengan mengajarkan aqidah Islam yang shahih serta menolak seluruh aqidah batil.


E.       PENUTUP

Demikianlah pembahasan awal mengenai aqidah Islam. Aqidah yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah serta dipegang oleh Salafush Shalih dari para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Dan sebagai penutup saya cuplikkan perkataan da’i yang mengorbankan jiwanya untuk Allah,

“Sesungguhnya nilai yang paling berharga di dalam neraca Allah subhanahu wa ta’ala ialah nilai aqidah; sesuatu yang paling laris di pasaran Allah ialah iman.
Kemenangan yang paling bernilai di sisi Allah ialah kemenangan ruhiyyah atas materi, kemenangan aqidah menghadapi sakit dan sengsara, kemenangan iman menempuh badai fitnah.
Di dalam kisah pembunuhan beramai-ramai di dalam bara api (kisah Ashabul Ukhdud, red), yang kita perbincangkan ini, nyata sekali kemenangan orang-orang beriman itu mengalahkan perasaan takut dan sakit; kemenangan mengatasi godaan-godaan duniawi, kemenangan menghadapi fitnah, kemenangan kehormatan umat manusia di sepanjang zaman. Inilah kemenangan sejati !”
[Sayyid Quthb rahimahullah dalam Ma’alim fii Ath Thariq]


“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
(QS Ali ‘Imraan [3]: 103)


Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memujiMu aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat kepadaMu.

Ya Allah, sesungguhnya telah aku sampaikan, maka saksikanlah.

0 comments :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. The Last Smile - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger