1.
Diriwayatkan dari Abu Umar Bin Abdul Barr dari Ali Bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu,
beliau berkata:
“Ilmu itu
lebih baik daripada harta, karena harta itu kamu menjaganya sedangkan ilmu
menjagamu. Harta akan hilang untuk menafkahimu, sedangkan ilmu akan mensucikan
nafkah itu. Ilmu itu sebagai hakim sedangkan harta sebagai sesuatu yang
dihukumi. Para penyimpan harta mati sedangkan mereka hidup, sedangkan para
ulama’ akan selalu ada selama waktu masih ada, secara fisik mereka tidak ada
namun pengaruh (bekas-bekas) mereka masih ada di dalam hati”
[Jaami’u Bayaanil Ilmi I/57]
2.
Muadz Bin Jabal radliyallaahu ‘anhu
berkata:
“Hendaknya kalian berilmu karena
mencarinya adalah ibadah, memahaminya adalah Khasy-yah (memiliki rasa takut
kepada Allah), membahas ilmu adalah jihad, mengajarkan kepada orang yang tidak
mengetahuinya adalah shadaqah, mengulanginya adalah sebagai tasbih, dengan ilmu
itulah Allah diketahui dan diibadahi, dan dengan ilmu itulah Allah di agungkan
dan ditauhidkan, Allah mengangkat ilmu dari suatu kaum yang mereka dijadikan
pemimpin dan imam bagi manusia yang mereka mengambil petunjuk kepadanya dan
dikembalikan seluruh pendapat kepadanya”
[Majmu’ Al Fataawa Ibnu
Taimiyyah X/93]
Ibnu Abdil Barr juga meriwayatkan atsar ini dari
Muadz radliyallaahu ‘anhu secara marfu’ dari Abul Aswad Ad Duwali lebih panjang daripada ini akan
tetapi sanadnya dhaif (lemah).
3.
Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dari Abul Aswad Ad Duwali rahimahullah, beliau
berkata:
“Para raja itu penguasa bagi
manusia dan para ulama’ itu penguasa bagi para raja”
[Jaami’u Bayaanil Ilmi I/60]
4.
Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dari Al Ahnaf Bin Qais rahimahullah berkata:
“Hampir-hampir para ulama’ itu
menjadi tuhan, dan setiap kemulian tanpa dikuatkan dengan ilmu maka kembalinya
akan menuju kepada kehinaan”
[Jaami’u Bayaanil Ilmi I/60]
5.
Ibnu Abdul Barr berkata:
“Berkata beberapa ulama’ :
Termasuk kemuliaan ilmu dan keutamaannya bahwa setiap orang yang dinisbatkan
padanya akan merasa senang dengan hal itu walaupun dia bukan ahlinya, dan
setiap orang yang dijauhkan darinya dan dinisbatkan kepada kebodohan maka dia
akan merasa berat pada dirinya untuk menerima walaupun dia memang benar-benar
bodoh”
[Jaami’u Bayaanil Ilmi I/59]
6.
Diriwayatkan oleh Al Khathiib Al Baghdaadi rahimahullah dari Sufyaan Bin Uyainah rahimahullah, beliau
berkata:
“Apakah
kamu tahu permisalan antara kebodohan dan ilmu? Yaitu seperti Darul Kufri
(negara kafir) dan Darul Islam (negara islam), jika orang-orang Islam
meninggalkan jihad maka datanglah orang-orang kafir mengambil Islam, begitu
juga jika manusia meninggalkan ilmu maka manusia akan menjadi bodoh”
[Al Faqiih Wal Mutafaqqih
I/35]
7.
Al Khathiib Al Baghdaadi juga meriwayatkan, beliau
berkata:
“Manusia yang paling tinggi
kedudukannya di sisi Allah adalah orang-orang yang berada di antara Allah dan
di antara para hambanya yaitu para Nabi dan ulama’”
[Al Faqiih Wal Mutafaqqih
I/35]
8.
Diriwayatkan oleh Al Khathiib dari Abu Haniifah rahimahullah berkata:
“Jika tidak
menjadi wali-wali Allah di dunia dan akhirat yaitu para fuqaha’ dan ulama’ maka
dia tidak mendapatkan perlindungan dari Allah”
Dan juga
diriwayatkan oleh Al Khathiib dari Asy Syaafi’I seperti ini juga.
[Al Faqiih Wal Mutafaqqih
I/35-36]
9.
Diriwayatkan dari Al Khathiib dari Hilal Bin Khabbaab, beliau berkata:
“Aku
berkata kepada Sa’iid Bin
Jubair:
‘Wahai Abu Abdullah apa tanda-tanda kehancuran manusia?’
Dia
menjawab: ‘Jika para fuqaha’ mereka hancur maka hancurlah mereka’ “
[Al Faqiih Wal Mutafaqqih
I/37]
10. Diriwayatkan
dari Ibnu Abdil Barr dari Ja’far Bin Muhammad, beliau berkata:
“Tidak ada
kematian yang paling disenangi oleh Iblis melainkan kematian seorang yang
faqih”
[Jaami’u Bayaanil Ilmi I/60]
11. Asy Syaafi’I rahimahullah berkata:
“Mencari ilmu itu lebih utama
daripada shalat nafilah (sunnah)”
Dan dia
berkata:
“Barang
siapa yang menginginkan dunia maka hendaknya dengan ilmu dan barang siapa yang
menginginkan akhirat hendaknya dengan ilmu”
Berkata
juga:
“Tidak ada
yang dapat mendekatkan diri pada Allah dengan sesuatu setelah kewajiban yang lebih
baik daripada mencari ilmu”
[Disebutkan oleh Imam An
Nawawi di dalam kitab Al Majmu’ I/12]
12. Abu Haamid Al
Ghazaali
rahimahullah berkata:
“Setiap sedikit saja dari orang
yang merasa senang untuk dinisbatkan kepadanya kebodohan dengan perkara-perkara
terutama tentang syari’at, maka kamu akan melihat orang yang dikuasai kemarahan
bagaimana jika dia marah di atas kesalahan dan kebodohan?
Dan
bagaimana dia bersungguh-sungguh di dalam menentang kebenaran setelah dia
mengetahui kekhawatirannya apabila tersingkat aib kebodohannya?
Jelas dia
akan lebih bersungguh-sungguh untuk menutupi aib kebodohannya daripada menutupi
aurat (aib) yang sebenarnya, karena kebodohan itu akan merusak membuat jelek
bentuk dirinya (jiwanya) dan menghitamkan wajahnya, dan orangnya tercela,
sedangkan pakaian itu hanya membuat jelek bentuk badannya, dan jiwa itu lebih
mulia daripada badan, dan kejelekan jiwa lebih jelek daripada kejelekan badan,
kemudian kejelekan badan juga tidak dicela bagi orang yang memilikinya, karena
itu ciptaan yang tidak termasuk dari usaha yang dia inginkan, dan juga bukan
termasuk usahanya untuk menghilangkan atau memperbaikinya.
Akan tetapi
kebodohan adalah kejelekan yang memungkinkan untuk dapat menghilangkannya dan
merubahnya dengan ilmu yang baik, oleh karena itu manusia lebih terasa sakit
dengan munculnya kebodohan dan akan semakin besar rasa senang pada dirinya
dengan ilmunya kemudian merasa nikmat ketika nampak kebaikan ilmunya untuk
orang lain”
[Ihyaa’ Uluumud Diin II/357]
Inilah akhir apa yang telah kami (penulis,
red) sebutkan dari perkataan para salaf tentang keutamaan ilmu dan keutamaan
orang yang berilmu.
(bersambung)
0 comments :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.