Home » » Penutup

Penutup



Dari pemaparan di atas, tampak jelas bahwa manhaj As-Salaf Ash-Shalih adalah pegangan yang harus dijadikan oleh mereka yang berjuang atas nama Islam, sebagai bingkai yang melatarbelakangi, memotivasi dan mengarahkan semua derap langkah. Sehingga mencapai tujuan perjuangan yaitu li-i’laai kalimatillah (meninggikan kalimat Allah).

Tiga generasi itu berada pada posisi puncak yang terjaga dari kesesatan. Generasi yang terpercaya dari segi ilmu, amal dan perjuangan. Mereka telah terbukti sebagai pembawa panji-panji Islam ke seluruh jagad raya tanpa pamrih. Pendeta-pendeta di malam hari dan singa-singa di siang hari. Berjuang tiada mengenal lelah. Prinsip mereka mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala; menyerahkan totalitas kehidupannya kepadaNya dan mengikuti jejak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan susah dan gembira. Mereka meyakini bahwa bangunan Islam harus berdiri, yang asasnya adalah Tauhid, tiangnya adalah Sholat dan puncaknya adalah Jihad fii Sabilillah.



Mereka selain mengerjakan yang wajib, cinta kepada segala pintu kebaikan: berpuasa sunnah, qiyamul-lail, bersedekah, membaca Al Qur’an dengan tadabbur, banyak berdzikir dalam segala kondisi, menjaga hati dari segala hal yang dapat merusaknya, menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfaat, lebih senang menyalahkan diri sendiri daripada menyalahkan orang lain, sehingga banyak didapat ucapan mereka:

                        " يا ليتني شجرة تعضد...  !"
            
 “Alangkah baiknya kalau aku jadi sebuah pohon yang dipotong saja... !”  [1]


         Mereka sibuk dengan berbagai kebajikan yang dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka jauh dari hawa nafsu yang membelenggu, karena mereka meyakini:

المحبوس من حبس قلبه عن ربه تعالى والمأسور من أسره هواه.

“Yang disebut sebagai orang yang terpenjara adalah orang yang hatinya terpenjara (sehingga tidak dapat berhubungan dengan) Robbnya. Dan yang disebut sebagai orang yang tertawan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya.” [2]

        Mereka jauh dari perbuatan bid’ah dan ahli bid’ah, selain jauh dari dosa dan maksiat. Lihatlah ucapan Abdullah bin Al Mubarok rahimahullah :

رأيت الذنوب تميت القلوب       و قد يورث الذلّ إدمانها
وترك الذنوب حياة القلوب        وخير لنفسك عصيانها
وهل أفسد الدين إلاّ الملوك        و أحبار السوء و رهبانها
           
Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati
Terus bergumul dengannya hanyalah mengakibatkan kehinaan
Dan meninggalkan dosa-dosa itu hidupnya hati
Untuk dirimu, yang terbaik adalah menjauhinya
Tak ada yang merusak Dien, selain para raja (yang dholim)
 Dan para pendeta serta rahib yang busuk (ulama‘ suu’) [3]

        Generasi Salaf adalah generasi yang menjunjung persaudaraan dan persatuan umat Islam, ruhama’ antar mereka, dan tegas serta keras terhadap orang kafir. Mereka senantiasa berjihad fi sabilillah, karena ia perisai umat Islam dari kehinaan sekaligus pembawa kejayaaan Islam, itulah di antara ibadah mereka :
عليك بالجهاد فإنه رهبانية الإسلام

“Hendaklah kamu berjihad, karena sesungguhnya Jihad adalah kerahiban Islam.” [4]

Hati mereka terikat selalu dengan Al-Qur’an, karena ia dapat meluluh-lantahkan kekerasan. Lihatlah satu contoh yang disampaikan oleh Shohaby Jubair bin Muth’im radliyallahu ‘anhu:

عن جبير بن مطعم قال : سمعت رسول الله ص م يقرأ في المغرب بالطور فلما بلغ هذه الأية : { أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ {35} أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بَل لاَّيُوقِنُونَ {36} أَمْ عِندَهُمْ خَزَآئِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ {37} كاد قلبي أن يطير.
           
“Aku mendengar Rasulullah shallallaau ‘alaihi wassalam membaca surat Ath-Thuur dalam shalat Maghrib. Ketika sampai ayat 
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri (Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa ?"
Hampir- hampir hatiku terbang.” [5]


         Ringkasan amalan para sahabat yang menjadi tolak ukur bagi kita adalah, sebagaimana yang dibawakan oleh Imam al Auza’y rahimahullah :     

خمس كان عليه أصحاب النبي  : لزوم الجماعة و اتباع السنة و عمارة المسجد وتلاوة القرآن وجهاد في سبيل الله.
           
“Ada lima perkara yang dipegang erat oleh para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: Konsisten terhadap Al Jama’ah, mengikuti Sunnah, memakmurkan masjid, membaca Al Quran dan Jihad fii Sabilillah.” [6]
\
Kita perlu menginstrospeksi diri dan membangun perjuangan Islam kita di atas garis As-Salaf. Meskipun masa kita sekarang ini penuh kejahiliyahan, akan tetapi hal itu adalah tanggung jawab kita untuk merubahnya. Ingatlah nasehat Imam Asy Syafi’y rahimahullah :

نعيب زماننا والعيب فينا          وما لزماننا عيب سوانا

Kita ini mencela zaman kita, padahal aib itu ada pada diri kita,
Bahkan zaman kita ini tidak mempunyai aib selain kita. [7]


          Dan senantiasa kita camkan bahwa awal perjuangan kita adalah menundukkan diri kita agar sesuai dengan Islam, sebagaimana nasehat Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu :

ميدانكم الأول أنفسكم فإن انتصرتم عليها كنتم على غيرها أقدر و إن خذلتم فيها كنتم على غيرها أعجز فجربوا معها الكفاح أولا.

Medan kamu yang pertama adalah diri kalian. Jika kamu telah berhasil menundukkannya, untuk menundukkan yang lain kamu akan lebih mampu. Begitu juga jika kamu gagal menundukkannya, kamu lebih lemah untuk menundukkan yang lain. Untuk itu cobalah bergelut dengan diri terlebih dulu.” [8]

      Kita perlu mengembangkan ilmu dan amal serta menjauhkan diri dari perdebatan-perdebatan yang tidak bermanfaat, karena hal itu menyia-nyiakan waktu dan membuat hati semakin keras. Para Salaf sepakat bahwa:

إذا أراد الله بعبد شرّا أغلق عنه باب العمل و فتح عليه باب الجدل

"Jika Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki kesengsaraan bagi seorang hamba, Ia akan menutup pintu amal baginya dan membukakan pintu jidal (debat) baginya.” [9]

Semoga kita semua diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala petunjuk ke jalan yang lurus sampai akhir hayat dengan husnul khatimah, dan diberikan kemudahan untuk berjalan di atas garis Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan para ‘ulama Salafush Shalih demi mencapai ridha Allah subhanahu wa ta’ala semata.


والله أعلم بالصواب


Footnote:

[1] Riwayat Muslim

[2] Risalah Mustarsyidin. Harits al-Muhasiby. Ta’liq: Abdul Fatah Abu Ghoddah. 104. Dari perkataan Ibnu Taimiyyah di kitab al-Wabilus-Shoyyib. Ibnul Qoyyim. 66-67.

[3] Ad-Daa’  wad-Dawa’ . Ibnul Qoyyim. 114. Tahqiq: Yusuf Ali Badiwy.

[4] HR. Ahmad, Nasib ar-Rifa’i  berkata : Shahih. (Taisirul  Aliyyil Qodir, QS. Al-Hadid: 27)

[5] HR. Bukhari Muslim.

[6] Syarhus Sunnah, oleh al Baghowy, 1: 209

[7] Diwan Imam Syafi’i. Muhammad Afif Az-Za’by. 82. Darul Jiil.

[8] Kitab Rowaai’il Masail wal Fatawa, Asyrof bin Abdul Maqsud., hal: 137

[9] Khosoisu Ahlis-Sunnah. Ahmad Farid. 76.


Sumber: Serial Kajian Gema Salam Bandung

0 comments :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. The Last Smile - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger