Imam Al Muzany rahimahullah, salah seorang murid
Imam Asy Syafi’iy rahimahullah, pernah bercerita:
“Aku menemui Imam Asy Syafi’iy menjelang beliau
wafat, lalu kubertanya,
‘Bagaimana keadaanmu pada pagi ini, wahai Ustadzku?’
Beliau menjawab,
‘Pagi ini aku akan melakukan perjalanan
meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas
kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku.
Aku tidak tahu apakah diriku berjalan ke Surga
sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan, atau berjalan ke Neraka sehingga
aku menghibur kesedihannya.’
Aku berkata, ‘Nasihatilah aku.’
Beliau berpesan kepadaku,
‘Bertakwalah kepada Allah, permisalkanlah akhirat
dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu, dan janganlah lupa bahwa
engkau akan berdiri di hadapan Allah.
Takutlah terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah
segalah hal yang Dia haramkan, laksanakanlah segala perkara yang Dia wajibkan,
dan hendaknya engkau bersama Allah di manapun engkau berada.
Janganlah sekali-kali engkau menganggap kecil
nikmat Allah kepadamu -walaupun nikmat itu sedikit- dan balaslah dengan
bersyukur.
Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu
sebagai dzikir, dan pandanganmu sebagai pelajaran.
Maafkanlah orang yang menzhalimimu, sambunglah
(silaturrahmi dari) orang yang memutus silaturahmi terhadapmu, berbuat baiklah
kepada siapapun yang berbuat jelek kepadamu, bersabarlah terhadap segala
musibah, dan berlindunglah kepada Allah dari api Neraka dengan ketaqwaan.’
Aku berkata, ‘Tambahkanlah (nasihatmu) kepadaku.’
Beliau melanjutkan,
‘Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati
janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai
thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu,
kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata percaharianmu, ridha
sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harapan adalah
kesabaranmu, rasa takut sebagai pakaianmu, shadaqah sebagai pelindungmu, dan
zakat sebagai bentengmu.
Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat
tenang sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai
penjaramu, dan kefakiran sebagai pembaringanmu.
Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan
jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur`an sebagai juru bicaramu dengan kejelasan, serta
jadikanlah Allah sebagai Penyejukmu. Barangsiapa yang bersifat seperti ini, Surga
adalah tempat tinggalnya.’
Kemudian, Imam Asy Syafi’iy mengangkat pandangannya
ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersya’ir,
‘KepadaMu,wahai Ilah segenap makhluk, wahai
Pemilik anugerah dan kebaikan
kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang
yang bergelimang dosa
Tatkala hati telah membatu dan sempit segala
jalanku
kujadikan harapan pengampunanMu sebagai tangga
bagiku
Kurasa dosaku teramatlah besar, tetapi tatkala
dosa-dosa itu
kubandingkan dengan maafMu, wahai Rabbku,
ternyata maafMu lebihlah besar
Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa,
dan terus menerus Engkau memberi derma dan maaf
sebagai nikmat dan pemuliaan
Andaikata bukan karenaMu, tidak seorang pun
ahli ibadah yang tersesat oleh Iblis
bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan
kesayanganMu, Adam
Kalaulah Engkau memaafkan aku, Engkau telah
memaafkan
seorang yang congkak, zhalim lagi
sewenang-wenang yang masih terus berbuat dosa
Andaikata Engkau menyiksaku, tidaklah aku
berputus asa,
walaupun diriku telah Engkau masukkan ke dalam
Jahannam lantaran dosaku
Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang,
namun maafMu, wahai Maha Pemaaf, lebih tinggi
dan lebih besar.’ ”
[Tarikh Ibnu Asakir Juz 51 hlm. 430-431]
0 comments :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.