Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillaah, segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada
Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wasallam, keluarga dan para
shahabat serta ummatnya hingga akhir zaman.
Dewasa
ini, sesuai dengan apa yang dikabarkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wasallam, bahwa Ummat Islam akan terpecah menjadi beberapa golongan
yang semuanya masuk neraka (sebagaimana dalam hadits yang akan disampaikan
berikut ini) kecuali satu golongan yakni Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Disebut
sebagai "Sunnah" karena Rasulullah shallallaahu
'alaihi wassalam pernah bersabda:
"Sesungguhnya barang
siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang
teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing,
berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi
geraham..."
[Hadits Shahih
diriwayatkan Imam Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya
dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455]
Dan istilah "Al Jama'ah" diambil
dari hadits, bahwa beliau shallallaahu 'alaihi wassalam bersabda:
"Umatku akan
terpecah menjadi 73 golongan,Semuanya masuk neraka kecuali satu".
Dikatakan kepada beliau, "Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau
bersabda,“Siapa saja yang berada di atas apa yang aku dan shahabatku berada
saat ini”
[Hadits Hasan,
diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan al-Hakim]
Dalam
riwayat Imam Ibnu Majah:
Rasulullah ditanya
"Siapa golongan yang selamat itu wahai Rasulullah ?"
Beliau menjawab "Al
Jama’ah."
Jadi, penting bagi kita agar lebih memahami
siapakah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang sebenarnya, karena dewasa ini banyak di
antara kaum Muslimin yang mengklaim sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah meskipun
secara aqidah/i'tiqad, manhaj, ibadah, akhlaq, atau perkara yang lainnya tidak
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Kita telah mengetahui bersama di awal bahwa kalimat Ahlus
Sunnah wal Jama’ah terdiri dari dua kata utama, yaitu Sunnah dan Jama’ah.
Dalam pembahasan ini, kita akan mengkaji dulu definisi Ahlus
Sunnah baik secara lughawy (bahasa) maupun dalam
tinjauan syar'iy (syari'at).
AHLUS SUNNAH
1. Definisi Sunnah Secara
Bahasa
Kata "as-Sunnah" yang mempunyai bentuk
jamak/plural "sunnan" secara bahasa berarti
"sejarah [perjalanan hidup] dan jalan [metode] yang ditempuh."
Ibnu Mandhur berkata,
"Sunnah makna
awalnya adalah sunnah thoriq yaitu jalan yang ditempuh oleh para pedahulu yang
akhirnya ditempuh orang lain sesudahnya."
Pengarang Mukhtarush Shihah [hal.339] berkata,
"As Sunnah secara
bahasa berarti sejarah dan jalan yang ditempuh baik itu jalan yang terpuji
maupun yang tercela."
Ath Thahawy dalam Kasyfu Isthilahat wa al
Funun [hal.703] berkata,
"As Sunnah secara
bahasa adalah jalan, baik jalan itu terpuji (baik) maupun buruk." [A’dzami
1/1]
Ibnu Faris berkata dalam Mu’jam Maqayisi Lughah 3/60,
"Sunnah artinya
perjalanan hidup. Sunnah Rasulullah artinya perjalanan hidup beliau. Sunnah
juga berarti jalan/metode baik terpuji maupun tercela. Kata ini diambil dari
kata sunan yang bermakna jalan seperti disebutkan dalam hadits:
"Barang siapa
mengawali jalan yang baik maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun pahala mereka. Barangsiapa mengawali
jalan yang buruk dalam Islam maka baginya dosanya dan dosa orang yang
mengikutinya tanapa berkurang sedikitpun dosa mereka."
[HR Muslim no. 1017, juga
no. 6800, 6801]." [Al Mahmud I/22, Al Qafari I/23]
Ibnu Atsir dalam Nihayah 2/223 berkata,
"Dalam hadits
berulang kali disebutkan kata as sunnah dan pecahan katanya. Asal maknanya
adalah sejarah hidup dan jalan yang ditempuh." [Al
Mahmud I/23]
Makna ini juga disebut dalam hadits
"Kalian akan
mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal sehasta
demi sehasta, sampai kalau mereka masuk lubang biawakpun kalian akan ikut."
Para shahabat bertanya,
"Apakah orang Yahudi dan Nasrani, wahai Rasulullah ?"
Beliau menjawab,
"Siapa lagi kalau bukan mereka."
[HR Bukhari 3456 (dalam
Fathul Bari VI/495), Muslim 2669/6781]
Begitu
juga bila dikatakan,
"Sholat witir itu
sunnah maka maknanya adalah jalan/ hal yang diperintahkan dan dilaksanakan para
shahabat dan Rasulullah." [Al Mahmud I/23]
Dalam penggunaannya bila disebut kata sunnah maka maknanya adalah
jalan kebaikan saja. Ia ahlu sunnah maka maknanya ia orang yang menempuh jalan
yang lurus dan terpuji. [al Mahmud 1/23, al Qafari 1/23, al Athr 26-27,
dari Lisanul Arab]
2. Definisi Sunnah Secara
Syar'i
Makna sunnah berbeda-beda tergantung dari disiplin ilmu apa kita
memandangnya. Berikut ini beberapa definisi sunnah menurut masing-masing
disiplin ilmu :
a. Ulama Hadits
Ibnu Hajar mendefinisikannya sebagai apa yang datang dari
Rasulullah baik perkataan, perbuatan, takrir/penetapan/pendiaman maupun apa
yang ingin beliau kerjakan. [Fathul Bari 13/245]
Ulama hadits lain mendefinisikannya sebagai apa yang diterima
dari nabi baik perkataan, perbuatan, takrir maupun sifat beliau baik sifat
fisik maupun akhlak atau dengan kata lain perjalanan hidup beliau baik sebelum
menjadi nabi maupun sesudah menjadi nabi. [A’dzami I/I, As Siba’i
hal.59, al Khathib hal.18]
Dengan pengertian ini, As Sunnah menjadi
sinonim kata hadits, sumber hukum kedua dalam Islam.
b. Ulama Ushul Fiqih
Setiap yang datang dari nabi [perintah] baik perkataan, perbuatan
maupun takrir beliau selama bukan Al Qur’an dan bisa menjadi dalil bagi sebuah
hukum syar’i. [A’dzami I/1, Al Khathib: 18, Al Mahmud I/24]
c. Ulama Fiqih
Apa yang jelas/tegas dari nabi namun tidak berhukum wajib. Sunnah
dalam artian ini sinonim bagi kata mandub, mustahab. Dengan istilah ulama fiqih
lain, sunnah adalah apa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan tidak berdosa. [A’dzami I/1, Al Khathib: 18, Al Mahmud
I/24]
d. Kata sunnah juga dipakai
untuk apa yang berdasar pada dalil syar’i baik dari dalil Al Qur’an, hadits
Nabi maupun ijtihad Shahabat. Ijtihad shahabat termasuk sunnah berdasar hadits
Nabi, "Ikutilah sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat
petunjuk sesudahku."
Di antara sunnah Shahabat adalah mengumpulkan Al Qur’an yang
berserak-serakan ke dalam satu Mushaf serta memerangi orang-orang yang menolak
membayar zakat dan orang-orang murtad. Shahabat Ali radliyallaahu 'anhu berkata,
"Nabi menjilid orang
yang mabuk 40 kali demikian pula Abu Bakar. Umar menjilid orang yang meminum
minuman keras sebanyak 80 kali. Baik 40 maupun 80 kali itu sunnah.”
[Muslim no. 1707, Ahmad
I/82]. [lihat al Khathib: 20, al Mahmud I/24]
e. Kata sunnah juga sering
dipakai untuk anonim dari kata bid’ah.
Suatu amalan disebut sunnah bila ia sesuai dengan tuntunan
wahyu/Rasulullah. Contoh kita katakan dzikir secara berjama’ah dengan suara
keras sesudah shalat berjama’ah itu bid’ah. [Al Mahmud I/24, al
Khathib: 19]
f. Kata sunnah juga sering
dipakai untuk anonim dari kata Rafidhah/Syi’ah. Bila disebut kata Ahlu
Sunnah/Sunni misalnya, maka maknanya lawan dari kata Syi’i/Rafidhi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
"Lafal Ahlu Sunnah
kadang dipakai bagi setiap orang yang mengakui kekhilafahan tiga khalifah [Abu
Bakar, Umar dan Utsman]. Dengan demikian semua kelompok termasuk kecuali
Rafidhah…" [Minhaju Sunnah 2/163]
Artian ini merupakan makna luas dari lafal Ahlu Sunnah bila
disebutkan secara bebas tanpa ada pembatas/qarinah. [Hasan I/28-30,
menukil dari Majmu’ Fatawa 4/155, Minhaju Sunnah Nabawiyah dan al Muwafaqat]
g. Pembahasan kita kali
ini adalah bidang Aqidah karena itu definisi yang akan kita pakai juga definisi
Sunnah menurut para ulama Aqidah.
Ibnu Rajab [Kasyfu Kurbah: 19-20] menerangkan
bahwa Sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para shahabat
beliau. Jalan mereka selamat dari syahwat dan syubhat [keraguan].
Karenanya
Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,
"Berwasiatlah dengan
Ahlu Sunnah dengan kebaikan karena mereka itu orang-orang yang asing (sangat
sedikit)."
Imam Fudhail bin Iyadh juga mengatakan,
"Ahlu Sunnah adalah
orang yang mengetahui bahwa segala yang masuk ke perutnya hanya yang halal
saja."
Sebabnya adalah, menjaga agar makanan yang
dikonsumsi adalah makanan yang halal saja merupakan salah satu sifat dan jalan
yang selalu dijaga oleh Rasulullah dan para shahabat. Dalam perkembangannya,
istilah sunnah dipakai untuk Aqidah yang benar dan bersih dari segala syubhat,
seperti dalam masalah Asma’ wa Shifat, masalah taqdir, masalah keutamaan
shahabat dan lain-lain. Untuk menerangkan Aqidah yang benar ini para ulama
mengarang buku-buku yang mereka namakan buku as Sunnah, seperti karangan Imam Ahmad
dan Al Khalal. Sunnah yang sempurna adalah jalan yang bebas dari segala syubhat
dan syahwat. [Al Mahmud I/25-26, al Qafari I/25, al Wuhaibi I/13]
Dengan ringkas bisa dikatakan, sunnah adalah
petunjuk yang Rasulullah dan para shahabat berada di atasnya baik berupa
i’tiqad, ilmu, perkataan maupun perbuatan. Itulah sunnah yang wajib diikuti,
pengikutnya terpuji dan orang yang menyelisihi dicela. [Al Aql: 13,
menukil dari Al Washiyah al Kubra fi Aqidati Ahli As-Sunnah wal Jama’ah h.23,
Syarhu Aqidah Wasithiyah lil Haras h.16, Syarhu Aqidah Thahawiyah 33]
Dr.
Al Buraikan [hal.12] menerangkan dengan baik sekali pengertian sunnah ini
dengan perkataan beliau,
"Makna Sunnah
berarti mengikuti Aqidah Shahihah yang tsabitah (berdasar) al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah."
Beliau [hal 13] juga mengatakan,
"Sunnah merupakan
ungkapan untuk sikap ittiba’ (mengikuti) Manhaj Al Kitab (Al Qur'an, red) dan
As-Sunnah An Nabawiyah dalam persoalan Ushul (pokok, red) dan furu’ (cabang,
red)."
3. Kesimpulan
Dari penjelasan singkat di atas bisa kita pahami bahwa
Ahlu Sunnah adalah orang yang mengikuti Sunnah dan berpegang teguh dengannya,
yaitu para shahabat dan setiap muslim yang mengikuti jalan mereka sampai hari
kiamat.
Ibnu Hazm [Al Fashl II/107] berkata,
"Ahlu Sunnah adalah
pengikut kebenaran. Selain mereka dalah ahlu bid’ah. Ahlu Sunnah adalah para
shahabat dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka dari kalangan tabi’in,
lalu para ulama hadits, lalu para ulama fiqih dari satu generasi ke generasi
selanjutnya sampai hari ini dan juga masyarakat secara umum yang mengikuti
mereka baik di belahan bumi barat maupun timur." [Al
Qafari I/26]
Dari sini jelas bahwa Ahlus Sunnah adalah setiap muslim
yang mengikuti jejak para shahabat. Ahlus Sunnah bukan monopoli golongan
tertentu. Tidak benar bila sebagian kelompok umat Islam menganggap dirinyalah
satu-satunya Ahlus Sunnah dan lainnya bukan Ahlus Sunnah. Ahlu Sunnah juga
bukan sekedar nama namun lebih dari itu ia merupakan Manhaj, jalan hidup para
Shahabat.
Janganlah kita terjebak dalam pengakuan/dakwaan, karena ukurannya
bukan nama namun sesuai atau tidaknya jalan hidupnya dengan petunjuk Rasulullah
dan para shahabat. Jadi tidak setiap yang mengklaim dirinya atau kelompoknya
atau organisasinya atau jama’ahnya sebagai Ahlus Sunnah itu benar-benar Ahlus
Sunnah/mengikuti petunjuk Rasulullah dan para shahabat. Kita berdoa semoga kita
semua selalu ditunjukkan Allah untuk berjalan di atas dunia ini sesuai jalan
Rasulullah dan para shahabat. Sebab menurut para ulama seperti Ibnu
Taimiyah dan Imam al Isfirayaini menyebutkan bahwa dinamakan Ahlus Sunnah
karena mengikuti jalan/petunjuk/sunnah Rasulullah.
Di Indonesia khususnya, terjadi kerancuan dan
kesalahan yang parah. Para kyai dan ulama kita menyebutkan bahwa Ahlus Sunnah
itu ada tiga kelompok: Asy'ariyah, Maturidiyah dan pengikut Imam
Ahmad. Jelas bahwa perkataan para kyai dan ulama kita ini salah kaprah. Asy’ariyah dan Maturidiyah melenceng dari jalan Shahabat dalam
beberapa masalah dasar bidang Aqidah, seperti masalah Asma' wa Shifat Allah
misalnya. Mereka tidak termasuk Ahlus Sunnah namun merupakan kelompok
tersendiri. Adapun Imam Madzhab yang empat yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, mereka ini mengikuti petunjuk Shahabat.
Mereka semua termasuk Ahlu Sunnah, bahkan pembesar dan imam-imam utama dari
kalangan Ahlus Sunnah.
Wallaahu a'lamu
bish-shawwaab
(bersambung)
Sumber: http://www.oocities.org/tau_jih/
0 comments :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.