"Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu
keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah
mereka akan mengikutimu."
(QS At-Taubah [9]: 42)
Anak-anakku…
Ingat, dakwah sesungguhnya adalah mengemban tugas para Rasul
terdahulu.
Ingatkah kalian apa tugas para Rasul?
Tak lain, menyampaikan wahyu Allah kepada umat manusia.
“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha
Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.’ “
(QS. Yunus [10]: 108)
Jadi catat baik-baik anak-anakku…!
Sebagai juru dakwah, tugas kalian adalah menyampaikan
risalah kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat.
Ingat, hanya menyampaikan, bukan yang lainnya.
Da’i bukanlah penghibur.
Tugas da’i bukanlah membuat yang sedih jadi gembira, yang
berduka jadi tertawa, yang menangis jadi meringis.
Juga, tugas da’i bukan membuat yang gembira jadi bersedih,
yang tertawa jadi menangis hanya karena da’inya hobi menangis.
Tugas da’i juga bukan untuk mengajak asal rukun-damai yang
tak tentu arah.
Sekali lagi ingat: Tugas da’i hanya menyampaikan kebenaran.
Lihat para Rasul itu…
Mereka, orang terpilih lagi mulia itu…
Selalu jujur menyampaikan titah Rabbnya.
Tak ada yang dikorupsi meski hanya satu huruf.
Semua kebenaran mereka sampaikan kepada kaumnya apa adanya.
Tak peduli kaumnya suka atau tidak, pro atau kontra.
Selagi itu kebenaran, mereka akan selalu menyampaikannya.
Bukankah ada Nabi yang tak dapat pengikut meski telah lama
berdakwah ?
Ada yang hanya dapat pengikut 4 – 9 orang.
Nabi Nuh bahkan hanya mendapat pengikut belasan orang
setelah berdakwah selama 950 tahun.
Apa kalian mengatakan bahwa para Nabi itu tak paham
sosiologi?
Tak pandai uslub dakwah?
Tak paham fiqih dakwah?
Tak paham psikologi masyarakat?
Kalian tak akan berkata demikian bukan?
Karena mereka adalah manusia-manusia pilihan.
Mereka hanya diminta menyampaikan dan bukan mengejar jumlah
pengikut.
Tugas mereka hanya menyampaikan hidayatul-bayan (petunjuk
keterangan), selanjutnya hidayatut-taufiq (petunjuk mengikuti kebenaran) adalah
urusan Allah ta’aala.
Jadi kalian jangan tertipu oleh da’i-da’i masa kini yang
beralih profesi menjadi penghibur.
Kerjanya hanya menghibur dan membuat tertawa ummat.
Kalian jangan tertipu meski mereka memiliki pengikut jutaan.
Karena tidak sedikit dari mereka, untuk bermaksud memiliki
pengikut banyak, menempuhnya dengan mengkorup kebenaran.
Kebenaran ditutup-tutupi hingga tidak pernah sampai kepada
ummat.
Kebenaran dipilih-pilih yang sesuai dengan selera umat dan
yang tidak menyinggung perasaan mereka.
Akhirnya umat tidak pernah tahu kebenaran sejati.
Kalau sudah demikian, sesungguhnya misi dakwah telah gagal.
Ingat-ingat itu…!
Misi dakwah telah gagal.
Anak-anakku…
Ingat-ingat…!
Kalian juga harus membedakan antara tujuan dan harapan dakwah.
Tujuannya adalah menjalankan kewajiban dan mencari ridha
Allah semata.
Harapannya adalah objek dakwah dapat menerima dan mengikuti
kebenaran.
Tujuan harus diletakkan di depan baru kemudian harapan.
Jangan dibalik, karena bisa berdampak negatif.
Seseorang yang meletakkan harapan di urutan pertama, ketika
mendapati mad’u (objek dakwah) tidak mengikuti ajakannya, akan gampang putus
asa.
Selanjutnya, kadang dia terjebak mengubah isi materi yang
disesuaikan dengan selera mad’u;
asal mad’u senang,
asal mad’u suka.
Dan itulah awal kegagalan si da’i.
Ingat-ingat…!
Awal kegagalan si da’i.
Hudzaifah ibnul Yaman radliyallaahu ‘anhu berkata
:
“Manusia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
salam tentang kebaikan, sedangkan aku
bertanya kepada beliau tentang keburukan karena
khawatir jangan-jangan menimpaku.
Maka aku bertanya :
‘Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah
dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan (Islam) ini. Apakah setelah
ini ada keburukan ?’
Beliau bersabda : 'Ada'.
Aku bertanya : ‘Apakah setelah keburukan itu akan
datang kebaikan ?’
Beliau bersabda : ‘Ya, akan tetapi di dalamnya ada dakhanun.’
Aku bertanya : ‘Apakah
dakhanun itu ?’
Beliau menjawab : ‘Suatu kaum yang mensunnahkan selain
sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain
petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah.’
Aku bertanya : ‘Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan
?.
Beliau bersabda : ‘Ya, da'i - da'i yang mengajak ke pintu
Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahi(mengikuti)nya, maka akan dilemparkan ke dalamnya.’
Aku bertanya : ‘Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri
mereka kepadaku.’
Beliau bersabda : ‘Mereka mempunyai kulit seperti kita
dan berbahasa dengan bahasa kita.’
Aku bertanya : ‘Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika
aku menemuinya ?’
Beliau bersabda : ‘Berpegang teguhlah pada Jama'ah
Muslimin dan imamnya.’
Aku bertanya : ‘Bagaimana jika tidak ada jama'ah maupun
imamnya ?’
Beliau bersabda :
‘Hindarilah semua firqah (kelompok) itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu’ “.
[HR Imam Al Bukhari VI615-616, XIII/35; Imam Muslim
XII/135-238; Imam Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14; Imam Ibnu Majah no. 3979,
3981; Imam Al Hakim IV/432; Imam Abu Dawud no. 4244-4247; Imam Ahmad V/386-387]
wallaahu a'lam bish-shawwab
Sumber:
Ceramah Ustadz Abdullah Sungkar rahimahullaah disertai tambahan di pembuka (ayat) dan di penutup (hadits)
0 comments :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.